Kamis, 10 Mei 2012

SEJARAH KENDAL


Sejarah

Nama Kendal diambil dari nama sebuah pohon yakni Pohon Kendal. Pohon yang berdaun rimbun itu sudah dikenal sejak masa Kerajaan Demak pada tahun 1500 - 1546 M yaitu pada masa Pemerintahan Sultan Trenggono. Pada awal pemerintahannya tahun 1521 M, Sultan Trenggono pernah memerintah Sunan Katong untuk memesan Pusaka kepada Pakuwojo.

Peristiwa yang menimbulkan pertentangan dan mengakibatkan pertentangan dan mengakibatkan kematian itu tercatat dalam Prasasti. Bahkan hingga sekarang makam kedua tokoh dalam sejarah Kendal yang berada di Desa Protomulyo Kecamatan Kaliwungu itu masih dikeramatkan masyarakat secara luas. Menurut kisah, Sunan Katong pernah terpana memandang keindahan dan kerindangan pohon Kendal yang tumbuh di lingkungan sekitar. Sambil menikmati pemandangan pohon Kendal yang nampak "sari" itu, Beliau menyebut bahwa di daerah tersebut kelak bakal disebut "Kendalsari". Pohon besar yang oleh warga masyarakat disebut-sebut berada di pinggir Jln Pemuda Kendal itu juga dikenal dengan nama Kendal Growong karena batangnya berlubang atau growong.



Dari kisah tersebut diketahui bahwa nama Kendal dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah atau daerah setelah Sunan Katong menyebutnya. Kisah penyebutan nama itu didukung oleh berita-berita perjalanan Orang-orang Portugis yang oleh Tom Peres dikatakan bahwa pada abad ke 15 di Pantai Utara Jawa terdapat Pelabuhan terkenal yaitu Semarang, Tegal dan Kendal. Bahkan oleh Dr. H.J. Graaf dikatakan bahwa pada abad 15 dan 16 sejarah Pesisir Tanah Jawa itu memiliki yang arti sangat penting. Sejarah Berdirinya Kabupaten Kendal

Adalah seorang pemuda bernama Joko Bahu putra dari Ki Ageng Cempaluk yang bertempat tinggal di Daerah Kesesi Kabupaten Pekalongan. Joko Bahu dikenal sebagai seorang yang mencintai sesama dan pekerja keras hingga Joko Bahu pun berhasil memajukan daerahnya. Atas keberhasilan itulah akhirnya Sultan Agung Hanyokrokusumo mengangkatnya menjadi Bupati Kendal bergelar Tumenggung Bahurekso. Selain itu Tumenggung Bahurekso juga diangkat sebagai Panglima Perang Mataram pada tanggal 26 Agustus 1628 untuk memimpin puluhan ribu prajurit menyerbu VOC di Batavia. Pada pertempuran tanggal 21 Oktober 1628 di Batavia Tumenggung Bahurekso beserta ke dua putranya gugur sebagai Kusuma Bangsa. Dari perjalanan Sang Tumenggung Bahurekso memimpin penyerangan VOC di Batavia pada tanggal 26 Agustus 1628 itulah kemudian dijadikan patokan sejarah lahirnya Kabupaten Kendal.

Perkembangan lebih lanjut dengan momentum gugurnya Tumenggung Bahurekso sebagi penentuan Hari jadi dinilai beberapa kalangan kurang tepat. Karena momentum tersebut merupakan sejarah kelam bagi seorang tokoh yang bernama Bahurekso. Sehingga bila tanggal tersebut diambil sebagai momentum hari jadi dikhawatirkan akan membawa efek psikologis. Munculnya istilah "gagal dan gugur" dalam mitologi Jawa dikawatirkan akan membentuk bias-bias kejiwaan yang berpengaruh pada perilaku pola rasa, cipta dan karsa warga Kabupaten Kendal, sehingga dirasa kurang tepat jika dijadikan sebagai pertanda awal mula munculnya Kabupaten Kendal.

Dari Hasil Seminar yang diadakan tanggal 15 Agustus 2006, dengan mengundang para pakar dan pelaku sejarah, seperti Prof. Dr. Djuliati Suroyo ( guru besar Fakultas sastra Undip Semarang ), Dr. Wasino, M.Hum ( dosen Pasca Sarjana Unnes ) H. Moenadi ( Tokoh Masyarakat Kendal dengan moderator Dr. Singgih Tri Sulistiyono. serta setelah diadakan penelitian dan pengkajian secara komprehensip menyepakati dan menyimpulkan bahwa momentum pengangkatan Bahurekso sebagai Bupati Kendal, dijadikan titik tolak diterapkannya hari jadi. Pengangkatan bertepatan pada 12 Rabiul Awal 1014 H atau 28 Juli 1605. Tangal tersebut persis hari Kamis Legi malam jumat pahing tahun 1527 Caka. Penentuan Hari Jadi ini selanjutnya ditetapkan melalui Peraturan Daerah ( PERDA ) Kabupaten Kendal Nomor 20 Tahun 2006, tentang Penetapan Hari Jadi Kabupaten Kendal ( Lembaran Daerah no 20 Tahun 2006 Seri E nomor 15 )




Pemerintahan Kabupaten Kendal Sekarang dan Jaman Doeloe

Kaiwungu pernah berjaya sebagai pusat pemerintahan sejak awal berdirinya Kabupaten Kendal. Namun karena kondisi perpolitikan di pusat Mataram pada waktu itu dan adanya pertimbangan untuk perkembangan pemerintahan, menyebabkan pusat pemerintahan tersebut pindah ke kota Kendal hingga sekarang. Sehingga akhirnya Kaliwungu hanya digunakan untuk tempat tinggal kerabat Ayahanda Bupati yang sering disebut sebagai Kasepuhan. Sedangkan pemerintahannya dijadikan sebagai daerah administrasi yaitu Distrik Kaliwungu.





Bupati Kendal dan Pusat Pemerintahan dari Masa ke Masa


Ki Tumenggung Bahurekso, 1605 - 1628.
Ki Ngabei Wiraseca, 1629 -1641.
Ki Ngabei Mertayuda, 1641 - 1649.
Ki Ngabei Wangsadipradja, 1649 - 1650.
Ki Ngabei Wangsawirapradja, 1650 - 1661.
Ki Ngabei Wangsawirasraya, 1661 - 1663.
KRT. Singawijaya, 1663 - 1668.
KRT. Mertawijaya 1668 - 1694.
Kompang ( Wakil ) 1694 - 1700.
KRT. Mertawijaya II 1700 - 1725.
KRT. Mertawijaya III 1725 - 1730.
KRT. Singawijaya II ( Kendilwesi ) 1730 - 1755.
KRT. Sumanegara I 1755 - 1780.
KRT. Sumanegara II 1780 - 1785.
KRT. Surahadinegara 1785 - 1805.
KRT. Adipati Prawirodiningrat I 1805 - 1811.
KRT. Adipati Prawiradiningrat II (Bupati terakhir Kendal dengan Pusat Pemerintahan masih di Kaliwungu) 1811-1830.
KRT. Adipati Purbadiningrat ( Asal Gresik ) Menantu Bupati P. Ario Prawirodingrat II 1830 -1850.
KRT. Adipati Sasrahadiningrat 1850 - 1857.
KR. Adipati Ario Notohamiprojo 1857 -1890.
KRT. Adipati Ario Notonegoro Putra Bupati Pangeran Ario Notohamiprojo 1890 - 1911.
KRT . Adipati Natahanipradja 1911 - 1938.
KRT. Adipati Parwitz Purbanegara 1938 - 1942.
RM. Kusumahudaya 1942 - 1945.
R. Sukarno 1945 - 1948.
R. Ruslan 1948 - 1950.
R. Prayirno 1950 - 1957.
R. Sujono 1957 - 1960.
R. Salatun 1960 - 1965.
Mayor Infantri R. Sunardi 1965 - 1967.
Letkol RM. Suryosusena 1967 - 1972.
Drs. H Abdoes Saleh Ranawidjaja 1972 - 1979.
Drs. H Herman Soemarmo 1979 - 1984.
H. Soedono Yusuf 1984 - 1989.
H. Soemojo Hadiwinoto, SH 1989 - 1999.
Drs. H. Jumadi 1999 - 1999.
H. Hendy Boedoro SH, M.Si - Drs. H. Masdiki Yusak, Mpd 2000 - 2005.
Drs. Suwarto Nasucha, M.Si - Pj. Bupati Kendal 2005 - 2005.
H. Hendy Boedoro SH, M.Si - Dra. Hj. Siti Nurmarkesi, Masa Jabatan 2005 - 2010.
Dra. Hj. Siti Nurmarkesi - Wakil Bupati Kendal yang melaksanakan tugas dan kewajiban Bupati Kendal, 2007 - 2009.
Dra. Hj. Siti Nurmarkesi, Masa Jabatan tgl 22 Juli 2009 s/d 22 Agustus 2010.
dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM. Terhitung mulai tgl. 23 Agustus 2010 s/d sekarang.



Ketua DPRD Kabupaten Kendal

Sejak Pemilu Tahun 1955 sampai sekarang DPRD Kabupaten Kendal dipimpin 13 orang, yaitu:


1. Mardi Hady, 1955-1957

2. Waluyo Wignjonijoso, 1957-1962

3. Mardi Hady, 1965-1967

4. H. Macfudz Amin, 1967-1972

5. Urip Ischak, 1972-1977

6. Drs. Hasan Basari, 1977-1980

7. Achmad Soetrisno, 1980-1982

8. Achmad Soetrisno, 1982-1987

9. Sofian Purwosubroto, 1987-1992

10. Kol. Infantri Kusnadi, 1992-1997

11. Abu Bakar Wakkano, 1997-1999

12. Sutrimo, 1999-2004

13. Drs. H. Ahmat Suyuti, 2004-2009

14. Anik Kasiyani, 2009-2014




Sumber: Buku Refleksi Hari Jadi Ke-405 Kabupaten Kendal Tahun 2010.

JUMLAH DESA DI WELERI

Administratif

Kecamatan Weleri merupakan wilayahperdesaan terdiri dari 16 Desa, meliputi 49 Dusun/Dukuh 98 RW dan 405 RT.
No Desa Dusun/Dukuh Rukun Warga Rukun Tetangga
01 Sidomukti 6 7 42
02 Penyangkringan 4 17 60
03 Bumiayu 3 7 24
04 Manggungsari 3 9 22
05 Sumberagung 4 10 29
06 Ngasinan 1 3 10
07 Weleri 3 6 44
08 Nawangsari 0 3 24
09 Karangdowo 3 4 14
10 Penaruban 3 7 26
11 Sambongsari 5 6 27
12 Karanganom 4 4 19
13 Payung 2 2 8
14 Pucuksari 2 4 18
15 Taratemulyo 3 3 13
16 Montongsari 3 6 25
JUmlah 49 98 405






Sumber : BPS Kabupaten Kendal Tahun 2009

PETA KECAMATAN WELERI

Profil Kecamatan Weleri
LETAK GEOGRAFIS

Kecamatan Weleri terletak di jalur utama Pantai Utara Kabupaten Kendal, dengan batas- batas wilayah sebagai berikut :

Batas-batas Wilayah:

Sebelah Utara : Kecamatan Rowosari
Sebelah Selatan : Kecamatan Pegeruyung
Sebelah Barat : Kabupaten Batang
Sebelah Timur : Kecamatan Rowosari/Kec. Gemuh

Jarak dari Ibukota Weleri ke beberapa kota:

Kota Provinsi Jawa Tengah : 50 Km
Kota Kabupaten Kendal : 18 Km
Kota Kecamatan Rowosari : 4 Km
Kota Kecamatan Pageruyung : 14 Km
Kota Kecamatan Grising : 3 Km

Ketinggian Tanah:

Wilayah Bagian Utara merupakan daerah dataran pantai dengan ketinggian antara 0 - 5 meter diatas permukaan laut (dpl). Wilayah bagian Selatan merupakan tanah hutan negara dengan ketinggian antara ± 10 meter dpl.

Jenis Tanah :

Latosol

Luas Wilayah Kecamatan Weleri sebesar : 30.29 Km2,

Susunan Organisasi Pemerintah Kecamatan Weleri

Bagan Susunan Organisasi Pemerintah Kecamatan Weleri

Kabupaten Kendal


LOGO KABUPATEN KENDAL

LOGO KABUPATEN KENDAL

Bentuk Dasar
Berbentuk perisai.
Warna kuning sebagai back ground dimaknai masyarakat Kendal mempunyai kerukunan, kemuliaan akhlaq dengan bertuliskan “NGESTI WIDDHI” menandakan bahwa niat usaha dilandasi karena mencari Ridlo-Nya.
Warna merah di dalam roda bergerigi dikandung maksud masyarakat Kendal mempunyai makna keberanian dan ketegasan dalam menghadapi tantangan yang menghadang.
Warna putih di tengah lingkaran merah adalah cahaya kemuliaan, dan keagungan.
Warna biru pada bagian bawah perisai dimaknai sebagai jiwa masyarakat Kendal suka damai, optimis mencapai harapan, warna biru juga melambangkan bahwa Kendal adalah termasuk daerah maritim yang kaya dengan hasil laut dan memiliki pelabuhan yang strategis.
Bintang
Melambangkan masyarakat Kendal memiliki jiwa religius dan taat menjalankan agamanya.
Bintang bersudut lima juga melambangkan Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pita Merah Putih
Menggambarkan bahwa Kabupaten Kendal adalah bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selendang Hijau
Menggambarkan Kendal sebagai kota seni budaya, juga dimaknai Kendal memiliki wilayah dataran tinggi dan dataran rendah dengan beraneka hasil alamnya baik tanaman pangan maupun perkebunan.
Keris
Keris memiliki maksud sifat-sifat perjuangan Tumenggung Bahurekso yang lihai, ulet, pemberani, dan pantang menyerah. Keris dengan memiliki bengkok (jawa : luk) berjumlah 9 (sembilan) merupakan perwujudan angka sembilan sebagai angka tertinggi dalam hitungan yang didalamnya memiliki arti kesempurnaan, utama, tertinggi, cita-cita luhur yang menjadi tujuan hidup seluruh masyarakat Kendal.
Padi Kapas
Bermakna masyarakat Kendal yang makmur sejahtera berkecukupan sandang dan pangan.
Makna padi, kapas, dan angka 1605 :
Padi berjumlah 28 butir, merupakan simbol dari tanggal28.
Kapas berjumlah 7 buah, memiliki maksud simbol dari bulan ke 7 (juli) dalam kalender Masehi.
Angka bertuliskan 1605, merupakan tahun 1605 masehi.
Bila dirangkaikan antara gambar padi, kapas, dan angka 1605, maka akan memiliki arti bahwa hari jadi Kendal yaitu pada tanggal 28 Juli 1605.
Warna putih diantara padi dan kapas juga menggambarkan pohon Kendal yang bermakna cahaya kemuliaan dan keagungan.
Bentuk Roda Bergerigi
Menggambarkan roda pembangunan di segala bidang berjalan terus. Bermakna Kendal mempunyai jalur transportasi darat dan laut serta sebagai penghubung lintas Pantura.Mengandung arti silaturahmi yang terjalin erat antara masyarakat Kendal.
Perahu Bermotif Batik
melambangkan Kabupaten Kendal sebagai kota pelabuhan yang mempunyai peran penting di Jawa Tengah dalam dunia transportasi dan perdagangan. melambangkan mata pencaharian sebagian warga masyarakat Kabupaten Kendal sebagai nelayan. Perahu bermotif batik bermakna Kendal punya seni batik yang khas dengan nilai budaya yang tinggi.

dikutip dari www.kendalkab.go.id
(by dwixs)

Rabu, 09 Mei 2012

Reorganisasi Karang Taruna Desa Bumiayu

SALAM TARUNA!

Setelah 6 tahun karang taruna Mekar Ayu Desa Bumiayu dipimpin oleh Zaenul Ikhsan, maka berdasarkan surat edaran dari kecamatan Weleri yang berisi agar setiap desa untuk mengaktifkan Karang Taruna kembali. Maka pada hari Sabtu, tanggal 31 Maret 2012, Pemerintah Desa Bumiayu mengumpulkan seluruh remaja di Bumiayu yaitu ada 24 RT, dan setiap RT mengirimkan 2 wakil remajanya untuk memilih ketua Karang Taruna Mekar Ayu 2012-2015.

Dalam musyawarah itu juga disampaikan permohonan maaf oleh wakil dari pengurus yang lama, karena selama masa baktinya yaitu 6 tahun ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan, namun tidak terlalu banyak, hal itu di sebabkan karena kurangnya komunikasi diantara pengurus dan ada beberapa faktor yang lain. Pada kesempatan itu juga, pengurus lama juga mempersilakan kepada forum untuk melakukan penyegaran kembali dengan reorganisasi pengurus.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pemilihan ketua umum Karang Taruna Mekar Ayu, dalam pemilihan secara musyawarah mufakat maka terpilihlah DWI SANTOSO  sebagai ketua yg baru. Berikut adalah daftar nama Pengurus KT. MEKAR AYU 2012-2015 :
Ketua                    : Dwi Santoso
Wakil                    : Ristriyanto
Sekretaris              : Eka Triana Yuliyanti
Wakil                    : Dewi Indrayanti
Bendahara             : Arif Kuncoro
Wakil                    : Nur Miftahudin
Divisi-Divisi           :
                    Divisi Pemuda Dan Olah Raga                              : Ariyanto, Budi Santoso
                    Divisi Agama, Pendidikan, Dan Kebudayaan         :Yoga Agung Fahrian
                                                                                                  Laely Peristiwa Hati Suci
                                                                                                  Mashadi Purwanto
                    Divisi Wira Usaha Dan Hubungan Masyarakat      : Sodikin
                                                                                                  Krisnadi
                    Divisi Informatika Dan Kesehatan                          : Arif Arga Kusuma
                                                                                                  Agung Setiawan

SELAMAT DAN SUKSES ,
Semoga perjuangan kaum muda Bumiayu semakin maju dan meningkat kualitas dan prestasinya.
ADITHYA KARYA MAHATVA YODHA
(by dwixs)

Selasa, 08 Mei 2012

Mars Karang Taruna


Arti Logo Karang Taruna


Karang Taruna memiliki identitas berupa lambang, bendera, panji, lagu, yang merupakan identitas resmi Karang Taruna. Lambang Karang Taruna mengandung unsur-unsur sekuntum bunga teratai yang mulai mekar, dua helai pita terpampang dibagian atas dan bawah, sebuah lingkaran, dengan bunga Teratai Mekar sebagai latar belakang. Keseluruhan lambang tersebut mengandung makna:
  • Bunga Teratai yang mulai mekar melambangkan unsur remaja yang dijiwai semangat kemasyarakatan (sosial).
  • Empat helai Daun Bunga dibagian bawah, melambangkan keempat fungsi Karang Taruna yaitu:
a). Memupuk kreativitas untuk belajar bertanggung jawab;
b). Membina kegiatan-kegiatan sosial, rekreatif, edukatif, ekonomis produktif, dan kegiatan lainnya yang praktis; 
c). Mengembangkan dan mewujudkan harapan serta cita-cita anak dan remaja melalui bimbingan interaksi yang dilaksanakan baik secara individual maupun kelompok; 
d). Menanamkan pengertian, kesadaran dan memasyarakatkan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
  • Tujuh helai Daun Bunga bagian atas melambangkan tujuh unsur kepribadian yang harus dimiliki oleh anak dan remaja:
a). Taat: Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 
b). Tanggap: Penuh perhatian dan peka terhadap masalah; 
c). Tanggon: Kuat, daya tahan fisik dan mental; 
d). Tandas: Tegas, pasti, tidak ragu, teguh pendirian; 
e). Tangkas: Sigap, gesit, cepat bergerak, dinamis; 
f). Trampil: Mampu berkreasi dan berkarya praktis; 
g). Tulus: Sederhana, ikhlas, rela memberi, jujur.
  • Pita dibagian bawah bertuliskan Karang Taruna mengandung arti:
a). Karang: pekarangan, halaman, atau tempat; 
b). Taruna: remaja. 
Secara keseluruhan berarti tempat atau Wadah Pembinaan Remaja.
  • Pita dibagian atas bertuliskan ADITYA KARYA MAHATVA YODHA yang berarti:
a). ADITYA: Cerdas, penuh pengalaman. 
b). KARYA: Pekerjaan. 
c). MAHATVA: Terhormat, berbudi luhur. 
d). YODHA: Pejuang, patriot. 
Secara keseluruhan berarti pejuang yang berkepribadian, berpengetahuan dan terampil.
  • Lingkaran menggambarkan sebuah tameng, sebagai lambang Ketahanan Nasional.
  • Bunga Teratai yang mekar berdaun lima helai melambangkan lingkungan kehidupan masyarakat yang sejahtera merata berlandaskan Pancasila.
  • Arti warna:
a). Putih: Kesucian, tidak tercela, tidak ternoda. 
b). Merah: Keberanian, sabar, tenang, dan dapat mengendalikan diri, tekad pantang mundur. 
c). Kuning: Keagungan atas keluhuran budi pekerti.

Pedoman Dasar Karang Taruna


PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 77 / HUK / 2010
TENTANG
PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa Karang Taruna merupakan salah satu organisasi sosial kemasyarakatan yang diakui
keberadaannya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana tercantum dalam
Pasal 38 ayat (2) huruf d, Bab VII tentang Peran Masyarakat Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
b. bahwa dengan perkembangan Karang Taruna yang semakin berperan di dalam masyarakat
dan untuk lebih meningkatkan efektivitas kegiatannya, perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang
Taruna;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Sosial RI tentang Pedoman Dasar Karang Taruna;

Mengingat :

1. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran
Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844);
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4967);
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737);
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama
Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4761);
6. Peraturan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara
7. Peraturan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;
8. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial;
9. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana
pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi
muda di wilayah desa/kelurahan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
2. Anggota Karang Taruna yang selanjutnya disebut Warga Karang Taruna adalah setiap anggota
masyarakat yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun
yang berada di desa/kelurahan.
3. Forum Pengurus Karang Taruna adalah wadah atau sarana kerjasama Pengurus Karang Taruna,
dalam melakukan komunikasi, informasi, konsultasi, koordinasi, konsolidasi dan kolaborasi,
sebagai jejaring sosial Pengurus Karang Taruna Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
4. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
5. Majelis Pertimbangan Karang Taruna (MPKT) adalah wadah berhimpun mantan pengurus
Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang berfungsi memberikan nasehat, mengarahkan,
saran dan/atau pertimbangan demi kemajuan Karang Taruna.
6. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.
7. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan
yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan
sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, penguatan sosial, dan perlindungan sosial.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Karang Taruna berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.



Pasal 3
Karang Taruna bertujuan untuk mewujudkan:
a. pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota masyarakat yang berkualitas, terampil,
cerdas, inovatif, berkarakter serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam
mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan
sosial, khususnya generasi muda;
b. kualitas kesejahteraan sosial setiap anggota masyarakat terutama generasi muda di
desa/kelurahan secara terpadu, terarah, menyeluruh serta berkelanjutan;
c. pengembangan usaha menuju kemandirian setiap anggota masyarakat terutama generasi
muda; dan
d. pengembangan kemitraan yang menjamin peningkatan kemampuan dan potensi generasi
muda secara terarah dan berkesinambungan.

BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Pasal 4
Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pasal 5
Karang Taruna memiliki tugas pokok secara bersama-sama dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat lainnya menyelenggarakan pembinaan generasi
muda dan kesejahteraan sosial.

Pasal 6
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Karang Taruna mempunyai
fungsi:
a. mencegah timbulnya masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda;
b. menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi rehabilitasi, perlindungan sosial, jaminan
sosial, pemberdayaan sosial dan diklat setiap anggota masyarakat terutama generasi muda;
c. meningkatkan Usaha Ekonomi Produktif;
d. menumbuhkan, memperkuat dan memelihara kesadaran dan tanggung jawab sosial setiap
anggota masyarakat terutama generasi muda untuk berperan secara aktif dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
e. menumbuhkan, memperkuat, dan memelihara kearifan lokal; dan
f. memelihara dan memperkuat semangat kebangsaan, Bhineka Tunggal Ika dan tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB IV
KEORGANISASIAN, KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN

Bagian Pertama: Keorganisasian

Pasal 7
(1) Keorganisasian Karang Taruna berada di desa/kelurahan yang diselenggarakan secara otonom
oleh Warga Karang Taruna setempat.
(2) Untuk melaksanakan koordinasi, komunikasi, informasi, konsultasi, koordinasi, dan kerja sama,
dibentuk Forum Pengurus Karang Taruna di Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan
Nasional sebagai sarana organisasi Karang Taruna yang pelaksanaannya melalui para
pengurus di setiap lingkup wilayah masing – masing.
(3) Karang Taruna dan/atau Forum Pengurus Karang Taruna dapat membentuk wadah yang
menghimpun para tokoh masyarakat, pemerhati Karang Taruna, dunia usaha akademisi dan
potensi lainnya yang memberikan dukungan terhadap kemajuan Karang Taruna, yang
mekanisme pembentukkanya diatur melalui keputusan Forum Pengurus Karang Taruna
Nasional dan dipertanggungjawabkan pada Rapat Kerja Nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Keorganisasian diatur oleh
Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.

Pasal 8
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dan Pasal 6, dibentuk Majelis Pertimbangan Forum Pengurus Karang Taruna yang terdiri atas para
mantan pengurus dan mantan pembina yang memiliki fungsi konsultasi dan pengarah bagi
kepengurusan Karang Taruna dan kepengurusan Forum Pengurus Karang Taruna.

Bagian Kedua: Keanggotaan

Pasal 9
(1) Keanggotaan Karang Taruna menganut sistim stelsel pasif yang berarti seluruh anggota
masyarakat yang berusia 13 tahun sampai dengan 45 tahun dalam lingkungan desa/kelurahan
atau komunitas adat yang sederajat merupakan Warga Karang Taruna.
(2) Warga Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai hak dan kewajiban
yang sama tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya, jenis kelamin,
kedudukan sosial, pendirian politik, dan agama.
Bagian Ketiga: Kepengurusan

Pasal 10
(1) Pengurus Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh Warga Karang Taruna
setempat dan memenuhi syarat – syarat untuk diangkat sebagai pengurus Karang Taruna
yaitu:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. memiliki pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang Taruna;
d. memiliki pengetahuan dan keterampilan berorganisasi, kemauan dan kemampuan,
pengabdian di kesejahteraan sosial; dan
e. berumur 17 (tujuh belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun.
(2) Kepengurusan Karang Taruna desa/kelurahan dipilih, ditetapkan, dan disahkan dalam
Musyawarah Warga Karang Taruna di desa/kelurahan dan dikukuhkan oleh Kepala Desa/Lurah
setempat, dengan masa bhakti 3 (tiga) tahun.
(3) Kepengurusan Forum Pengurus Karang Taruna dipilih, ditetapkan, dan disahkan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Forum Pengurus Karang Taruna Kecamatan dipilih, ditetapkan, dan disahkan melalui Temu
Karya Forum Pengurus Karang Taruna di kecamatan dan dikukuhkan oleh Camat
setempat, dengan masa bhakti 5 (lima) tahun;
b. Forum Pengurus Karang Taruna Kabupaten/Kota dipilih, ditetapkan, dan disahkan dalam
Temu Karya Karang Taruna kabupaten/kota dan dikukuhkan oleh Bupati/Walikota, dengan
masa bhakti 5 (lima) tahun;
c. Forum Pengurus Karang Taruna Provinsi dipilih, ditetapkan dan disahkan dalam Temu
Karya Forum Pengurus Karang Taruna provinsi dan dikukuhkan oleh Gubernur setempat
dengan masa bhakti 5 (lima) tahun; dan
d. Forum Pengurus Karang Taruna Nasional dipilih, ditetapkan dan disahkan dalam Temu
Karya Nasional Forum Pengurus Karang Taruna dan dikukuhkan oleh Menteri Sosial RI,
dengan masa bhakti 5 (lima) tahun.

Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Temu Karya diatur oleh
Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.

BAB V
MEKANISME KERJA

Pasal 12
(1) Karang Taruna bersifat otonom, sosial, terbuka, dan berskala lokal.
(2) Mekanisme hubungan kerja antara Karang Taruna dengan Forum Pengurus Karang Taruna di
Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional bersifat koordinatif, konsultatif, dan
kolaboratif secara fungsional.
(3) Hubungan kerja antar Forum Pengurus Karang Taruna bersifat koordinatif, kolaboratif,
konsultatif dan kemitraan fungsional secara vertikal.
(4) Hubungan kerja antar Forum Pengurus Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
diatur tersendiri yang ditetapkan melalui Rapat Kerja Nasional Forum Pengurus Karang Taruna.

Pasal 13
(1) Hubungan kerja antara Karang Taruna Desa/Kelurahan dengan Kepala Desa/Lurah bersifat
pembinaan.
(2) Hubungan kerja Karang Taruna dan Forum Pengurus Karang Taruna dengan Kementerian
Sosial dan Instansi Sosial Daerah bersifat pembinaan fungsional.
(3) Hubungan kerja antara Forum Pengurus Karang Taruna dengan Instansi/Lembaga/ Organisasi
lainnya bersifat kemitraan.


BAB VI
PEMBINA KARANG TARUNA

Pasal 14
Pembina Karang Taruna meliputi :
a. Pembina Utama;
b. Pembina Umum;
c. Pembina Fungsional; dan
d. Pembina Teknis.

Pasal 15
Pembina Utama Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a adalah Presiden RI.

Pasal 16
(1) Pembina Umum Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b meliputi :
a. Tingkat Pusat adalah Menteri Dalam Negeri;
b. Tingkat Provinsi adalah Gubernur;
c. Tingkat Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota;
d. Tingkat Kecamatan adalah Camat; dan
e. Tingkat Desa/Kelurahan adalah Kepala Desa/Lurah.
(2) Pembina Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembinaan sebagai berikut:
a. Menteri Dalam Negeri, melakukan pembinaan umum secara nasional, serta
mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan umum oleh masing- masing Gubernur
Provinsi;
b. Gubernur, melakukan pembinaan umum di Provinsi dan mengukuhkan kepengurusan
FPKT Provinsi;
c. Bupati/Walikota, melakukan pembinaan umum di Kab/Kota dan mengukuhkan
kepengurusan FPKT Kabupaten/Kota;
d. Camat, melakukan pembinaan umum di Kecamatan dan mengukuhkan kepengurusan
FPKT Tingkat Kecamatan; dan
e. Kepala Desa/Lurah, melakukan pembinaan umum di desa/kelurahan, mengukuhkan
kepengurusan Karang Taruna desa/kelurahan, memfasilitasi kegiatan Karang Taruna di
desa/kelurahan.

Pasal 17
(1) Pembina Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi :
a. Tingkat Pusat adalah Menteri Sosial;
b. Tingkat Provinsi adalah Kepala Instansi Sosial Provinsi;
c. Tingkat Kabupaten/Kota adalah Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota; dan
d. Tingkat Kecamatan adalah Seksi Kesejahteraan Sosial pada kantor Kecamatan.
(2) Pembina Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembinaan :
a. secara fungsional;
b. bimbingan keorganisasian Karang Taruna;
c. program dan kegiatan dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan Karang Taruna
selaku Orsos kemasyarakatan Kepemudaan di desa/kelurahan; dan
d. secara fungsional di dalam pelaksanaan fungsi koordinasi, komunikasi, informasi,
kolaborasi dan kerja sama pada kepengurusan FPKT Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi
sampai Nasional.

Pasal 18
(1) Pembina Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d meliputi :
a. Tingkat Pusat adalah Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
b. Tingkat Provinsi adalah Instansi/Dinas Terkait tingkat Provinsi; dan
c. Tingkat Kabupaten/Kota adalah Instansi/Dinas terkait tingkat Kabupaten/Kota.
(2) Pembina teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memfasilitasi, memberikan bimbingan
dan pengembangan terhadap Karang Taruna sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam
pelaksanaan program.

BAB VII
PROGRAM KERJA

Pasal 19
Setiap Karang Taruna bertanggung jawab untuk menetapkan program kerja berdasarkan mekanisme,
potensi, sumber, kemampuan dan kebutuhan Karang Taruna setempat.

Pasal 20
(1) Program Kerja Karang Taruna terdiri dari pembinaan dan pengembangan generasi muda,
penguatan organisasi, peningkatan usaha kesejahteraan sosial, usaha ekonomis produktif,
rekreasi olahraga dan kesenian, kemitraan dan lain-lain sesuai kebutuhan.
(2) Program kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sebagai hasil
musyawarah/mufakat berdasarkan rencana jangka pendek, menengah dan panjang.
(3) Untuk melaksanakan program kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Karang
Taruna dapat membentuk unit teknis.

BAB VIII
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG

Pasal 21
(1) Penyelenggaraan Program Karang Taruna menjadi tanggung jawab dan wewenang
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Tanggung jawab dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri Sosial, Gubernur, dan Bupati/Walikota.

Pasal 22
Tanggung jawab dan wewenang Menteri Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)
meliputi :
a. menetapkan Pedoman Umum Karang Taruna;
b. menetapkan standar dan indikator secara nasional;
c. melakukan program percontohan;
d. memberikan stimulasi;
e. memberikan penghargaan;
f. melakukan sosialisasi;
g. melakukan monitoring;
h. melaksanakan koordinasi; dan
i. memantapkan Sumber Daya Manusia.

Pasal 23
Tanggung jawab dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) meliputi :
a. melaksanakan tugas desentralisasi bidang Pemberdayaan Karang Taruna;
b. melaksanakan tugas dekonsentrasi bidang Pemberdayaan Karang Taruna;
c. melakukan program pengembangan;
d. melakukan pembinaan kemitraan dengan Forum Pengurus Karang Taruna;
e. memberikan penghargaan;
f. melakukan sosialisasi;
g. melakukan monitoring; dan
h. melaksanakan koordinasi.

Pasal 24
Tanggung jawab dan wewenang bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)
meliputi:
a. melaksanakan tugas pembantuan;
b. melakukan penumbuhan Karang Taruna;
c. melakukan pemutakhiran data Karang Taruna;
d. melaksanakan pembinaan lanjutan;
e. melakukan pembinaan kemitraan dengan Forum Pengurus Karang Taruna;
f. memberikan penghargaan;
g. melakukan sosialisasi;
h. melakukan monitoring; dan
i. melaksanakan koordinasi.

BAB IX
PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN

Pasal 25
(1) Pengukuhan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan dan Forum Pengurus Karang Taruna di
lingkup Kecamatan sampai dengan Nasional dilakukan dengan Keputusan Pejabat yang
berwenang sesuai dengan lingkup kewenangannya.
(2) Keputusan Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Keputusan Kepala Desa/Lurah untuk pengukuhan Pengurus Karang Taruna
Desa/Kelurahan;
b. Keputusan Camat untuk pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna di Kecamatan
setempat;
c. Keputusan Bupati/Walikota untuk pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna di
Kabupaten/Kota setempat;
d. Keputusan Gubernur untuk Pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna di Provinsi
setempat; dan
e. Keputusan Menteri Sosial untuk Pengukuhan Forum Pengurus Karang Taruna Nasional.
(3) Pelantikan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan dan Forum Pengurus Karang Taruna di
Kecamatan sampai dengan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat lingkup wilayahnya masing-masing.

BAB X
KEUANGAN

Pasal 26
Keuangan Karang Taruna dapat diperoleh dari :
a. iuran Warga Karang Taruna;
b. usaha sendiri yang diperoleh secara syah;
c. bantuan Masyarakat yang tidak mengikat;
d. bantuan/Subsidi dari Pemerintah; dan
e. usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-udangan yang
berlaku.

Pasal 27
Pengelolaan keuangan Karang Taruna wajib dilakukan secara transparan, efisien, efektif dan
akuntabilitas.

BAB XI
IDENTITAS DAN LAMBANG

Pasal 28
(1) Karang Taruna wajib memiliki identitas lambang bendera, panji, dan lagu mars serta hymne.
(2) Identitas Karang Taruna terdiri atas bendera, pakaian dinas lapangan, pakaian dinas harian,
topi dan atribut Karang Taruna.
(3) Mekanisme penggunaan identitas Karang Taruna diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.

BAB XII
PENUTUP

Pasal 29
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83 / HUK / 2005
tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 30
Peraturan Menteri Sosial ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 September 2010

Dikutip dari www.karangtarunabanten.com

Apa Itu Karang Taruna?

Karang Taruna adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/ kelurahan dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Rumusan tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Karang Taruna adalah suatu organisasi sosial, perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS).
Sebagai wadah pengembangan generasi muda, Karang Taruna merupakan tempat diselenggarakannya berbagai upaya atau kegiatan untuk meningkatkan dan mengembangkan cipta, rasa, karsa, dan karya generasi muda dalam rangka pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Karang Taruna tumbuh dan berkembang atas dasar adanya kesadaran terhadap keadaan dan permasalahan di lingkungannya serta adanya tanggung jawab sosial untuk turut berusaha menanganinya. Kesadaran dan tanggung jawab sosial tersebut merupakan modal dasar tumbuh dan berkembangnya Karang Taruna.
Karang Taruna tumbuh dan berkembang dari generasi muda, diurus atau dikelola oleh generasi muda dan untuk kepentingan generasi muda dan masyarakat di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat. Karenanya setiap desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dapat menumbuhkan dan mengembangkan Karang Tarunanya sendiri.

Gerakannya di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial berarti bahwa semua upaya program dan kegiatan yang diselenggarakan Karang Taruna ditujukan guna mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat terutama generasi mudanya.

Sejarah Karang Taruna

Karang Taruna lahir pada tanggal 26 September 1960 di Kampung Melayu Jakarta, melalui proses Experimental Project Karang Taruna, kerjasama masyarakat Kampung Melayu / Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAY) dengan Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial. Pembentukan Karang Taruna dilatar belakangi oleh banyaknya anak-anak yang menyandang masalah sosial antara lain seperti anak yatim, putus sekolah, mencari nafkah membantu orang tua dsb. Masalah tersebut tidak terlepas dari kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat kala itu.

MASA KELAHIRANNYA S/D DIMULAINYA PELITA (1960 – 1969)

Tahun 1960–1969 adalah saat awal dimana Bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan disegala bidang. Instansi-Instansi Sosial di DKI Jakarta (Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial) berupaya menumbuhkan Karang Taruna–Karang Taruna baru di kelurahan melalui kegiatan penyuluhan sosial. Pertumbuhan Karang Taruna saat itu terbilang sangat lambat, tahun 1969 baru terbentuk 12 Karang Taruna, hal ini disebabkan peristiwa G 30 S/PKI sehingga pemerintah memprioritaskan berkonsentrasi untuk mewujudkan stabilitas nasional.

DIMULAINYA PELITA HINGGA MASUK GBHN (1969 – 1983)

Salah satu pihak yang berjasa mengembangkan Karang Taruna adalah Gubernur DKI Jakarta H. Ali Sadikin (1966-1977). Pada saat menjabat Gubernur, Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi bagi tiap Karang Taruna dan membantu pembangunan Sasana Krida Karang Taruna (SKKT). Selain itu Ali Sadikin juga menginstruksikan Walikota, Camat, Lurah dan Dinas Sosial untuk memfungsikan Karang Taruna.

Tahun 1970 Karang Taruna DKI membentuk Mimbar Pengembangan Karang Taruna (MPKT) Kecamatan sebagai sarana komunikasi antar Karang Taruna Kelurahan. Sejak itu perkembangan Karang Taruna mulai terlihat marak, pada Tahun 1975 dilangsungkanlah Musyawarah Kerja Karang Taruna, dan pada moment tersebut Lagu Mars Karang Taruna ciptaan Gunadi Said untuk pertama kalinya dikumandangkan.

Tahun 1980 dilangsungkan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Karang Taruna di Malang, Jawa Timur. Dan sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 1981 Menteri Sosial mengeluarkan Keputusan tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna dengan Surat Keputusan Nomor. 13/HUK/KEP/I/1981 sehingga Karang Taruna mempunyai landasan hukum yang kuat.

Tahun 1982 Lambang Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI nomor.65/HUK/KEP/XII/1982, sebagai tindak lanjut hasil Mukernas di Garut tahun 1981. Dalam lambang tercantum tulisan Aditya Karya Mahatva Yodha (artinya: Pejuang yang berkepribadian, berpengetahuan dan terampil)

Pada tahun 1983 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang didalamnya menempatkan Karang Taruna sebagai wadah pengembangan generasi muda.

MASUK GBHN SAMPAI TERJADINYA KRISIS

Tahun 1984 terbentuknya Direktorat Bina Karang Taruna;
Tahun 1984-1987 sejumlah pengurus/aktivis Karang Taruna mengikuti Program Nakasone menyongsong abad 21 ke Jepang dalam rangka menambah dan memperluas wawasan;
Tahun 1985 Menteri Sosial menyatakan sebagai Tahun Penumbuhan Karang Taruna, sedangkan tahun 1987 sebagai Tahun KualitasKarang Taruna;
Karang Taruna Teladan Tahun 1988 berhasil merumuskan: Pola Gerakan Keluarga Berencana Oleh Karang Taruna;
Tahun 1988 Pedoman Dasar Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI no. 11/HUK/1988;
Kegiatan Studi Karya Bhakti, Pekan Bhakti dan Porseni Karang Taruna merupakan kegiatan dalam rangka mempererat hubungan antar Karang Taruna dari sejumlah daerah;
Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) sebagai sarana tempat Karang Taruna berlatih dibidang-bidang pertanian dan peternakan.
Bulan Bhakti Karang Taruna (BBKT) biasanya diselenggarakan dalam rangka ulang tahun Karang Taruna. Merupakan forum kegiatan bersama antar Karang Taruna dari sejumlah daerah bersama masyarakat setempat, kegiatannya berupa karya bhakti/pengabdian masyarakat;
Tahun 1996 bekerjasama dengan Depnaker diberangkatkan 159 tenaga dari Karang Taruna untuk magang kerja ke Jepang antara 1 s/d 3 tahun, dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang usaha;
Pelibatan Karang Taruna dalam kesehatan reproduksi remaja diadakan agar Karang Taruna dapat berperan sebagai wahana Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi remaja warga karang Taruna;

KARANG TARUNA DALAM SITUASI KRISIS (1997 – 2004)

Krisis moneter yang terjadi tahun 1997 berkembang menjadi krisis ekonomi, yang dengan cepat menjadi krisis multidimensi. Imbas dari krisis tersebut tak urung juga berdampak pada lambannya perkembangan Karang Taruna. Puncaknya pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan Departemen Sosial, Karang Taruna pada umumnya mengalami stagnasi, bahkan mati suri. Konsolidasi organisasi terganggu ,aktivitas terhambat dan menurun bahkan cenderung terhenti. Hal tersebut menyebabkan Klasifikasi Karang Taruna menurun walaupun masih ada Karang Taruna yang tetap eksis.

Tahun 2001 Temu Karya Nasional Karang Taruna dilaksanakan di Medan., Sumatera Utara. Hasilnya antara lain menambah nama Karang Taruna menjadi Karang Taruna Indonesia, memilih Ketua Umum Pengurus Nasional KTI, serta menyusun Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga KTI. Hasil TKN tersebut memperoleh tanggapan yang berbeda-beda dari daerah.

PERKEMBANGAN KARANG TARUNA TAHUN 2005 HINGGA SEKARANG

Banten merupakan salah satu Provinsi yang ikut menorehkan sejarah ke-Karang Taruna-an. Pada tanggal 9-12 April 2005 digelar Temu Karya Nasional V Karang Taruna Indonesia (TKN V KTI) di Propinsi Banten. Beberapa hal yang dihasilkan pada TKN V tersebut antara lain:
Pemilihan Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT) periode 2005 – 2010;
Perubahan nama KTI menjadi Karang Taruna;
Merekomendasikan Pedoman Dasar Karang Taruna yang baru yang akan ditetapkan oleh MENSOS RI.
Pada tanggal 29 Juni - 1 Juli 2005 diselenggaran Rapat Kerja Nasional Karang Taruna (Rakernas Karang Taruna) di Jakarta dalam rangka menyusun program kerja. Pada tahun yang sama, Menteri Sosial mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna (pengganti Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 11/HUK/1988), sebagai tindak lanjut rekomendasi Temu Karya Nasional V di Banten. dan pada tanggal 23 – 27 September 2005 diselenggarakan BBKT dan SKBKT di Propinsi DIY dengan peserta lebih kurang 3.000 orang terdiri dari anggota dan pengurus Karang Taruna dari seluruh wilayah Indonesia.

Pengakuan dan Perhatian para penentu kebijakan di negeri ini terhadap keberadaan Karang Taruna dibuktikan dengan masuknya nama Karang Taruna dalam beberapa regulasi atau perundang-undangan. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, PP No. 72 & 73 tentang Desa dan Kelurahan serta UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah beberapa produk hukum yang didalamnya menempatkan Karang Taruna dengan segala peran dan fungsinya.

*diolah dari berbagai sumber